Fellas, setahun sudah berlalu sejak pertama kali virus Covid-19 hadir di antara kehidupan kita. Berbagai macam cara sudah dilakukan demi memutus rantai penyebaran virus atau bahkan untuk hidup berdampingan dengan virus Corona. Adanya masa pandemi ini tentunya berdampak terhadap seluruh aspek kehidupan, termasuk kondisi kesehatan mental seseorang. Ternyata, Seorang survivor Covid-19 lebih rentan untuk mengalami masalah kesehatan mental dibanding dengan yang tidak terinfeksi virus.
Orang yang pernah terinfeksi Covid-19 memiliki resiko lebih tinggi untuk mendapatkan diagnosis masalah kesehatan mental
Tim peneliti dari Oxford University menganalisis catatan kesehatan dari 69 juta orang di Amerika Serikat dengan lebih dari 62.000 kasus Covid-19 antara Januari hingga Juli. Selama 3 bulan setelah dites positif terkena virus Corona, 1 dari 5 orang ternyata didiagnosis penyakit mental. Kondisi paling umum yang dialami termasuk insomnia, gangguan depresi, dan gangguan kecemasan. Peneliti juga menemukan risiko demensia yang secara signifikan lebih tinggi.
Kejadian terdiagnosis masalah kesehatan mental dalam waktu 90 hari adalah sebesar 18,1%. Di sisi lain, kejadian diagnosis demensia pertama dalam 90 hari adalah 1,6% pada orang yang berusia di atas 65 tahun. Selain itu, orang yang sudah memiliki penyakit mental ternyata 65% lebih mungkin didiagnosis dengan Covid-19 dibandingkan mereka yang belum memilikinya. Mereka yang memiliki gangguan kejiwaan lebih cenderung memiliki kondisi yang mendasarinya, seperti obesitas, hipertensi, dan diabetes, serta hidup dalam kondisi yang menyebabkan kemungkinan paparan virus yang lebih besar. Hal ini kemungkinan terjadi karena kombinasi stres psikologis yang terkait dengan pandemi dan efek fisik dari penyakit tersebut.
Peningkatan jumlah kasus kesehatan jiwa di Indonesia selama masa pandemi
Sementara di Indonesia, menurut PDKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia), terdapat peningkatan sebesar 57,6% pada kasus depresi di masa pandemi. Kemenkes juga mencatat adanya peningkatan jumlah kasus kesehatan jiwa hingga 277 ribu, dibandingkan dengan tahun 2019 yang hanya berjumlah 197 ribu kasus. Meningkatnya kasus kesehatan jiwa tersebut diyakini karena keterbatasan akses dan permasalahan sosial yang menyebabkan mereka menjadi depresi.
Adanya stigma di tengah masyarakat juga dilansir menjadi penyebab meningkatnya kasus kesehatan jiwa. Para penderita Covid-19 diberikan label, stereotip, diskriminasi, diperlakukan berbeda, atau mengalami pelecehan status karena terasosiasi dengan sebuah penyakit.
Yuk Alpas Fellas, tahan diri untuk tidak melakukan hal serupa pada pasien atau survivor Covid-19. Berikan mereka dukungan, perhatian, dan pengertian, serta tanamkan pada masing-masing kita bahwa mereka tetap layak diperlakukan sama seperti orang lainnya.
Ditulis oleh: Raihani Haurannisa
Diedit oleh: Qurrota Aini
Sumber:
Anugrah, A. (October 9, 2020). Depresi Meningkat Selama Pandemi, Dokter Jiwa Ungkap Penyebabnya. Retrieved from: https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5207238/depresi-meningkat-selama-pandemi-dokter-jiwa-ungkap-penyebabnya
Crist, C. (November 11, 2020). COVID Survivors May Develop Mental Illness Later. Retrieved from: https://www.webmd.com/lung/news/20201110/covid-survivors-may-develop-mental-illness-later
Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Bali. (June 2, 2020). Mari Hentikan Stigma Negatif terkait Covid-19. Retrieved from: https://www.diskes.baliprov.go.id/mari-hentikan-stigma-negatif-terkait-covid-19/
Laguipo, A.B.B. (November 10, 2020). Nearly 1 in 5 COVID-19 survivors develop mental illness within 90 days. Retrieved from: https://www.news-medical.net/news/20201110/Nearly-1-in-5-COVID-19-survivors-develop-mental-illness-within-90-days.aspx