Social Comparison: Jebakan Membandingkan Diri di Lingkungan Sosial

Alpas Fellas, rasanya saat ini hampir tidak mungkin untuk menghindari perbandingan diri melalui media sosial dan internet. Kita juga bisa membandingkan diri dengan orang asing yang ditemui di jalan, tetangga, kerabat, sampai rekan kerja. Akibatnya, kita mungkin berpikir: “Kenapa aku tidak bisa melakukan apa yang dia lakukan?” Nah, proses berpikir ini hanya membuat energi terbuang percuma karena yang kita lihat hanya cuplikan kecil dari hidup seseorang.

Mengutip dari Theodore Roosevelt, “Comparison is the thief of joy” (Perbandingan adalah pencuri sukacita). Ketika membandingkan diri dengan orang lain, kita merampas kebahagiaan diri sendiri. Melalui perbandingan, kita bisa merasa inferior atau superior dan keduanya tidak menciptakan kebahagiaan seutuhnya.

Pada ilmu psikologi, ada yang dinamakan Teori Perbandingan Sosial, diutarakan oleh psikolog Leon Festinger tahun 1954. Menurutnya individu memiliki dorongan bawaan untuk mengevaluasi diri mereka sendiri dibandingkan dengan orang lain yang terbagi menjadi dua jenis. Perbandingan sosial ke atas (upward social comparison) adalah ketika melihat orang lebih baik dan kita menjadi terinspirasi atau penuh harapan. Perbandingan sosial ke bawah (downward social comparison) adalah ketika melihat orang lebih buruk untuk merasa diri dan situasi kita lebih baik.

Kondisi membandingkan diri terkadang dapat membantu memotivasi, menginspirasi, atau mendorong untuk melakukan perbaikan dalam hidup sendiri. Namun, perbandingan diri juga dapat merusak kesejahteraan mental, pemicu stres, bahkan menurunkan harga diri. Kalau Fellas merasa mandek atau tidak berbuat cukup dalam hidup, perbandingan diri mungkin menjadi faktor penyebabnya.

Lantas, bagaimana cara agar berhenti membandingkan diri?

Pertama, akuilah bahwa perbandingan hanya akan membuat fokus terbagi pada kondisi lebih baik atau kurang dari orang lain. Akan selalu ada orang yang melakukan “kurang” daripada kita. Di sisi lain, akan selalu ada seseorang yang “lebih” dari kita. Daripada jatuh ke dalam perangkap ini, lebih baik mengakui bahwa perbandingan memang ada, tetapi tidak berarti kita harus terlibat dengannya. Terkadang kita pun berada pada situasi sulit untuk menghindari jebakan perbandingan, misal saat dipuji orang lain. Saat menerima pujian, penting untuk mengucapkan terima kasih, lalu ingatkan diri bahwa kita tidak lebih baik dari orang lain.

Jika kita sudah mengakui dan menerima, kita memiliki kesempatan untuk memfokuskan perhatian pada diri sendiri. Pada akhirnya, kita mampu menjalani kehidupan yang paling mewakili impian dan hasrat kita. Satu-satunya pendapat yang penting adalah pendapat kita sendiri. Dan satu-satunya orang yang bisa dibandingkan dengan diri kita saat ini adalah diri kita di masa lalu. Dengan begitu, kita mampu menyadari berapa banyak proses dan pertumbuhan yang telah dilalui. Tetap semangat untuk bertumbuh, Fellas!

 

Ditulis oleh: Hana Humaira Mukhtar

Diedit oleh: Qurrota Aini

Sumber:

Puff, R. (2021). We Do Better When We’re Not Comparing Ourselves to Others. Retrieved from: https://www.psychologytoday.com/us/blog/meditation-modern-life/202104/we-do-better-when-we-re-not-comparing-ourselves-others

Scott, E. (2020). The Stress of Social Comparison. Retrieved from: https://www.verywellmind.com/the-stress-of-social-comparison-4154076

Write a comment