Pseudobulbar Affect: Ketika Seseorang Tiba-Tiba Menangis Tanpa Sebab

Suasana sedang ramai dan penuh gelak tawa saat itu. Semua orang tanpa terkecuali terlihat merasa bahagia dan senang. Namun, pernahkah ketika berada suasana yang tenang atau senang dengan teman tiba-tiba saja mengeluarkan air mata tanpa sebab? Saat ditanya oleh orang lain, kita tidak tahu apa sebab atau mengapa bisa terjadi hal semacam itu. Tak jarang pula beberapa saat kemudian emosi yang dirasakan kembali normal seperti tidak terjadi apapun. Nah, kondisi seperti itu terkadang disebut sebagai Pseudobulbar Affect atau PBA.

Apa itu Pseudobulbar Affect?

Jadi, Pseudobulbar Affect (PBA) adalah suatu kondisi yang terjadi karena kondisi neurologis lain. Orang dengan PBA bisa tiba-tiba menangis atau tertawa yang tidak terkendali tanpa alasan yang jelas. Seringkali, PBA dikaitkan dengan masalah neurologis seperti ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), penyakit Alzheimer atau Parkinson. Selain itu bisa juga disebabkan oleh cedera otak traumatis. Berdasarkan penelitian terbaru, sekitar 50% orang yang memiliki penyakit diatas juga dikatakan memiliki Pseudobulbar Affect. Tidak hanya itu, orang dengan penyakit yang dikaitkan dengan PBA , seperti contoh diatas, juga seringkali mengalami depresi atau gejala bipolar. Itu sebabnya PBA atau Pseudobulbar Affect seringkali disalahpahami sebagai gangguan depresi.

Perbedaan yang paling utama dan mencolok antara PBA dengan gangguan mood lainnya

Pada PBA, ledakan tangis, tawa dan / atau kemarahan terjadi tanpa alasan sama sekali. Kondisi ini berlangsung dalam waktu yang sangat singkat atau bahkan dapat terjadi berkali-kali dalam sehari. Walaupun begitu, ada sebuah penelitian yang menyatakan bahwa hampir 90% orang dengan PBA juga memiliki gejala depresi yang cukup signifikan.

Gejala lainnya adalah isolasi atau penarikan diri secara sosial. Pada orang dengan depresi atau gangguan bipolar, gejala ini termasuk kedalam salah satu gejala utama yang dirasakan. Tapi pada orang dengan PBA, ini bisa terjadi karena mereka takut dengan lingkungan sosial. Mereka takut jika tiba-tiba tertawa tanpa sebab saat sedang berziarah atau menangis tiba-tiba saat meeting kerja. Hal-hal semacam itulah yang membuat orang dengan PBA memilih untuk menghindari situasi sosial. Sebagai tambahan, beberapa gejala pada depresi seperti perubahan pola makan, merasa bersalah atau putus asa, tidak bisa dianggap sebagai PBA.

Nah sebenarnya sampai saat ini sejumlah tes untuk mendiagnosa PBA masih dalam tahap pengembangan, lho. Apabila kamu merasa mengalami kondisi seperti yang telah dijelaskan, ada baiknya hubungi bantuan profesional seperti psikolog atau psikiater terdekat, ya! Semoga seiring berjalannya waktu, orang-orang dengan PBA bisa terdiagnosa dan mendapatkan bantuan yang tepat.

 

Ditulis oleh: Raihani Haurannisa

Diedit oleh: Fathin Nibras

Sumber:

DiSalvo, D. (2011, October 18). Understanding Pseudobulbar Affect. Retrieved from: https://www.psychologytoday.com/us/blog/neuronarrative/201110/understanding-pseudobulbar-affect#:~:text=People%20with%20PBA%20are%20subject,brain%20that%20control%20emotional%20response

Purse, M. (2020, July 10). Differences Between Depression, Bipolarism, and PBA. Retrieved from: https://www.verywellmind.com/depression-bipolar-or-pba-380497

 

 

Write a comment