Snapchat pernah jadi penguasa media sosial. Rekaman video berdurasi hanya 10-15 detik ditambah filter yang menggemaskan, seketika ia menjadi primadona setiap orang. Tapi mulai bulan April 2017 silam Instagram mengambil kendali atas fenomena tersebut. Alhasil, sekarang Instagram menjadi media sosial yang serba ada dan digunakan aktif oleh penggunanya. Instagram Story yang hanya aktif selama 24 jam ini menjadi ajang ‘kilat’ untuk menunjukkan suatu aktivitas ketimbang posting foto di laman Instagram seperti biasanya. Karena itu fitur ini bisa tembus sampai 400 jutaan untuk penggunaannya setiap hari.
Aktivitas sederhana dari menu makan siang hari ini sampai judul lagu yang didengarkan biasa kita lihat di Instagram Story orang-orang. Sayangnya beberapa orang lalai dalam menggunakan fitur ini hingga tidak sengaja menampilkan privasinya sendiri. Dengan mudah kita bisa mengetahui posisi seseorang kemarin atau dua hari yang lalu karena melihat posting-an tersebut. Jika lalai, sebuah alamat atau nomor identitas bisa kita intip dari sebuah posting-an video semacam unboxing atau tiket pesawat. Bahkan pertengkaran yang terjadi antara artis atau selebgram pun dengan mudah kita pantau melalui media sosial.
Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah orang-orang atau mungkin termasuk kalian, Alpas Fellas, tidak peduli akan privasi pribadi kalian?
Padahal, kenyataannya survei menunjukkan bahwa privasi adalah salah satu kekhawatiran utama masyarakat di era digital seperti sekarang. Namun kekhawatiran tersebut juga dibarengi dengan perilaku dimana seseorang menampilkan informasi pribadinya, dan biasanya hanya untuk mendapatkan perhatian oleh orang-orang yang ada di media sosialnya (Kokolakis, 2015). Ketidakkonsistenan ini yang disebut sebagai privacy paradox.
Profil yang membuka informasinya secara bebas dan profil yang memiliki kontrol informasi di dunia media sosial memiliki alasan yang berbeda. Profil yang secara bebas membuka informasi mengenai dirinya biasanya didasari oleh keinginan akan popularitas, yang biasanya dilakukan oleh kebanyakan anak-anak muda. Sedangkan untuk profil yang memiliki kontrol atas informasi pribadinya biasanya didasari oleh rasa kepercayaan yang rendah, sehingga lebih sering untuk menolak beberapa permintaan teman yang bisa mengakses profilnya (Christofides et al., 2009 dalam Kokolakis, 2015).
Menurut penelitian Kokolakis (2015), cara anak-anak muda melindungi informasi pribadinya adalah dengan memberikan informasi yang tidak benar (Miltgen & Peyrat-Guillard, 2014), menutup akses profil dan mengatur pengaturan privasinya (Boyd & Hargittai, 2010), membatasi permintaan teman, dan menghapus tagar dan foto (Young & Quan-Haase, 2013).
Penggunaan media sosial saat ini telah dibuat sedemikian rupa sehingga orang terbiasa untuk menggunakannya sehari-hari. Sehingga sulit juga bagi kita untuk tidak melakukan hal-hal yang ternyata mendekatkan kita dalam mengekspos informasi pribadi (Debatin et al, 2009 dalam Kokolakis, 2015). Informasi pribadi kita yang tersebar di media sosial memungkinkan untuk memunculkan masalah seperti ancaman sosial (bullying atau stalking) atau penyalahgunaan data oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Jejak kita di dunia digital saat ini bukanlah sesuatu hal yang mudah terhapus. Dengan mudah orang bisa melihat bahkan menyimpan dan merekam hal-hal yang seharusnya tidak kita bagikan, yang nantinya bisa merugikan kita di kemudian hari. Fenomena ini yang biasanya kita jumpai di kalangan artis maupun selebgram di akun-akun gosip yang sering berseliweran di explore akun Instagram kita. Karena itu bijaksanalah dalam menggunakan media sosial ya, Alpas Fellas. Ingat pepatah masa kini, bahwa jarimu adalah harimaumu!
Ditulis oleh: Aulia Meytriasari
Sumber:
Kokolakis, Spyros. (2015). Privacy Attitudes And Privacy Behaviour: A Review Of Current Research On The Privacy Paradox Phenomenon, diakses dari https://www.researchgate.net/publication/280244291_Privacy_attitudes_and_privacy_behaviour_A_review_of_current_research_on_the_privacy_paradox_phenomenon pada 15 Maret 2019.
Bohang, Fatimah T. (2017). Dianggap contek Snapchat, Instagram Stories malah lebih unggul, diakses dari https://tekno.kompas.com/read/2017/04/15/10560077/dianggap.contek.snapchat.instagram.stories.malah.lebih.unggul pada 16 Maret 2019.