Alpas Fellas, saat ini ibukota Indonesia yaitu Jakarta lagi ramai diperbincangkan nih. Bukan hanya soal pemerintahan dan masyarakat, tetapi soal polusi udara. Pasti kalian sudah tahu dong, mengenai masalah ini?
Mengacu dari AirVisual.com, saat ini kualitas udara kota-kota besar di Indonesia sedang tidak baik. Diantaranya Jakarta pernah mendapatkan indeks kualitas udara 159 dan Pekanbaru-Riau dengan indeks 156 yang keduanya masuk ke dalam kategori unhealthy. Wah bahaya, ya, Fellas! Satu-satunya sumber oksigen yang bisa kita dapatkan berasal dari udara. Jika udaranya tidak sehat, lalu bagaimana ya kondisi masyarakat yang menghirupnya?
Polusi udara adalah fenomena yang memiliki banyak kaitan dengan kondisi masyarakat. Bukan hanya kesehatan fisik seperti dapat menjadikan sesak napas dan Asma, namun juga dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan mental masyarakatnya. Gimana hubungannya ya, polusi dan kesejahteraan mental? Yuk simak penjelasan dibawah ini.
Banyak faktor yang berpengaruh pada kesejahteraan mental manusia, salah satunya lingkungan tempat tinggal yang dapat membuat perbedaan besar bagi masyarakat. Menurut Khan, et.al (2019), faktor perilaku individu, keadaan sosial, dan lingkungan dapat mempengaruhi kesejahteraan fisik dan mental seseorang. Diantaranya adalah penyakit medis, peristiwa traumatis, penyalahgunaan zat, dan ketidakstabilan emosi. Selain itu pengangguran, konflik interpersonal, paparan kekerasan, akses yang buruk pada layanan kesehatan, dan ketidakadilan sosial. Terakhir, paparan pekerjaan dan paparan polusi juga tidak ketinggalan sebagai faktor pencetusnya.
Udara adalah salah satu faktor alam dan lingkungan yang dapat dikaitkan dengan gaya hidup. Hal ini disebabkan karena melalui udaralah manusia mendapat oksigen untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Studi yang dilakukan UW (2017) menunjukkan bahwa meningkatnya tekanan psikologis dapat dipengaruhi oleh kualitas udara yang dihirup sehari-hari. Karena, dari kualitas udara yang buruk dapat menguatkan stress yang bila berlarut dapat menimbulkan depresi pada masyarakat karena tidak mendapatkan akses lingkungan yang menyehatkan dan menyenangkan. Ketika kita sedang merasa stress, biasanya dengan menghirup udara bersih di pagi hari dapat meringankan beban pikiran, namun, jika kualitas udaranya saja buruk, lalu bagaimana beban pikiran kita dapat dikurangi sejenak, bila cara paling mudah dan murahnya saja sudah tidak memungkinkan?
Nah, sebagai masyarakat yang baik, tentunya tidak mau dong jika kualitas udara di kota ini terus-terusan memburuk? Yuk kita mulai bantu dengan cara sederhana seperti menggunakan transportasi umum untuk mengurangi polusi dari kendaraan, dan kita dapat mencegah pengaruh pernapasan yang buruk dengan selalu menggunakan masker saat bepergian.
Ditulis oleh: Lutfia Dyah Ayu
Sumber:
Eckart, K. (2017). How air pollution clouds mental health. Retrieved from: https://www.weforum.org/agenda/2019/08/air-pollution-mental-health/
Elks, S. (2019). Poor air quality leads to depression and bipolar disorder, study finds. Retrieved from: https://www.washington.edu/news/2017/11/02/how-air-pollution-clouds-mental-health/
Khan, A., Plana-Ripoll, O., Antonsen, S., Brandt, J., Geels, C., Landecker, H., … Rzhetsky, A. (2019). Environmental pollution is associated with increased risk of psychiatric disorders in the US and Denmark. PLOS Biology, 17(8), e3000353. doi:10.1371/journal.pbio.3000353