Oleh: Imtinan Rahmi, Partnership Alpas
Alpas Fellas, menyambut hari kesehatan mental dunia, Alpas menyelenggarakan diskusi tentang kesehatan mental. ada 8 topik bersama psikolog dan 4 topik bersama komunitas yang sudah diselenggarakan pada 10-11 Oktober lalu. Tujuan diskusi ini adalah untuk membuat diskusi kesehatan mental lebih banyak diperbincangkan publik dan Alpas Fellas mampu untuk lebih peduli pada diri sendiri dan orang lain terkait kesehatan mental. Kalau kemarin, temanku sempat cerita tentang keseruan kegiatan di hari pertama acara MENTION – Mental Health Conversation by Alpas, kali ini aku mau cerita tentang kegiatan hari kedua ya!
Diskusi di hari kedua ini disambut hangat oleh Kak Sri Juwita Kusumawardhani, M.Psi., Psikolog yang membahas tentang Gaslighting. Apa sih Gaslighting itu? Singkatnya, Gaslighting diambil dari sebuah film yang tayang pada tahun 1944, menggambarkan tentang seorang suami yang memanipulasi apa yang dirasakan oleh istrinya, sehingga sang istri mempertanyakan apakah yang selama ini dirasakannya hanyalah hal yang palsu. Berdasarkan apa yang ditunjukkan oleh film tersebut, gaslighting dijelaskan sebagai sebuah interaksi yang melibatkan manipulasi sehingga korban meragukan memori, perasaan, serta apa yang dirasakan secara indrawi. Orang yang melakukan gaslighting disebut gaslighter dan korban disebut gaslightee. Gaslighter melakukan gaslighting karena merasa adanya perasaan insecure serta memiliki self-esteem yang rendah. Gaslighting tidak hanya terjadi dalam hubungan romantis saja loh, Alpas Fellas, namun juga dalam keluarga, pertemanan, serta relasi kerja. Perilaku gaslighting bisa berdampak pada kesehatan mental dari aspek pola pikir, perasaan, dan perilaku. Kak Sri Juwita menyampaikan, bahwa kita bisa saha terbebas dari gaslighting ini, pertama-tama kita harus mampu menjelaskan pada diri sendiri atau bertanya pada diri sendiri terkait hubungan yg sedang dijalani apakah sehat atau tidak, mencari support system dengan berbicara dengan orang-orang yg objektif, memberikan pemahaman pada diri sendiri melalui self-compassion (berbelas kasih diri), self-kindness, common humanity, dan mindfulness, serta ikhlas meninggalkan pelaku. Pastikan dirimu lebih berharga, apabila ketika sudah merasa kehilangan harapan, kembali bertanya pada diri sendiri “is this the relationship that I want?”.
Apakah kamu sering merasa depresi? Kak Defryansyah Amin, M.Psi., Psikolog mengajak kita untuk lebih memahami diri dari Situational Depression. Situational Depression atau biasa disebut dengan adjustment disorder merupakan sebuah bentuk depresi jangka pendek yang muncul akibat kejadian traumatis atau perubahan tertentu pada kehidupan seseorang. Situational depression dapat diidentifikasi dalam jangka waktu 3-6 bulan sejak awal terjadinya pemicu stres. Gejalanya bisa muncul ketika seseorang mengalami perasaan sedih yang tidak normal yang disebabkan oleh pemicu stres dan setelah pemicu stres tersebut berhenti, orang tersebut akan kembali ke kondisi normal. Apabila situational depression tidak dikelola dengan sehat, dapat menimbulkan gangguan psikis lainnya yang lebih parah, seperti clinical depression, PTSD, dan sebagainya. Selain itu, hal tersebut juga dapat menimbulkan gangguan terhadap fungsi sosial dalam jangka waktu panjang, mengarahkan kepada perilaku penyalahgunaan obat-obatan, perilaku melanggar norma, isolasi diri, atau bahkan peningkatan resiko upaya bunuh diri. Beberapa jenis coping strategy yang dapat digunakan untuk mencegah situational depression, antara lain mengonsumsi makanan bergizi, melakukan aktivitas menyenangkan, olahraga secara rutin, atau menjaga pola tidur. Selain itu, apabila seseorang merasa butuh bantuan untuk berbagi cerita dengan orang lain dapat bergabung dengan support group atau menghubungi tenaga profesional seperti konselor maupun psikolog ya, Alpas Fellas!
Pada sesi sore hari, Kak Sarah Fathoni, M.Psi., Psikolog mengajak kita untuk memahami diri sendiri dengan memaafkan masa lalu kita, pada diskusi inner child. Inner child merupakan pengalaman masa kecil yang tidak atau belum diselesaikan dengan baik, dan menjadi bagian dari alam bawah sadar manusia. Inner child terbentuk berdasarkan pengalaman yang membekas atau berkesan yang dialami ketika masa kecil, karena kemampuan anak-anak untuk memahami situasi masih sangat terbatas. Keterbatasan kemampuan orang tua juga berpengaruh besar dalam menyediakan kebutuhan emosional kita saat “terluka”. Inner child sangat butuh untuk dikenali, karena jika tidak, kita akan cenderung melakukan hal-hal yang diluar kendali kita, yang sebenarnya tidak ingin kita lakukan terhadap orang lain. Apabila kita mengenali inner child kita, maka kita akan lebih memiliki kontrol atas diri sendiri, mengetahui kekurangan dan keterbatasan diri secara detail, serta mengetahui solusi dan bantuan apa yang dibutuhkan dari orang lain. Luka pada inner child dapat disembukan apabila individu tersebut menyadari dan mau menyelesaikan masalahnya. Modal utama untuk mengenali dan menyembuhkan inner child adalah dengan “mindfulness”, dimana kita mengamati pikiran dan perasaan yang sedang dirasakan tanpa menilai baik atau buruk, inner child meditation, berikan afirmasi pada diri dan cobalah reparenting.
Saat kita sedang menganalisa kemampuan diri atau melihat orang lain yang lebih dari kita, seringkali kita merasa berlebihan dalam pemikiran kita sendiri atau yang disebut Overthinking. Kak Syibbli Zainbrin, M.Psi., Psikolog menjelaskan, overthinking merupakan momen dimana individu berpikir secara berlebihan dan tenggelam dalam pemikirannya sendiri sehingga menimbulkan kekhawatiran. Individu yang mengalami overthinking biasanya fokus pada emosi negatif yang dirasakan dan bukan melihat fakta yang ada di lapangan. Hal tersebut disebabkan oleh bentuk-bentuk pikiran yang terdistorsi, pikiran kita sibuk membuat skenario atau asumsi negatif didalam kepala. Untuk keluar dari overthinking yang sedang kita alami cobalah cari kegiatan positif untuk mendistraksi pikiran kita. Kemudian kenali dan uraikan pikiran yang kita miliki dan lihat realita yang sebenarnya. Ubah pola pikir kita bahwa terkadang tidak semua rencana yang kita buat bisa sesuai dengan fakta yang ada. Kemudian, mulailah menerima dan hargai perubahan yang terjadi walaupun sedikit karena segala sesuatu tidak bisa didapatkan secara instan ya, Alpas Fellas!
Sesi malam hari adalah diskusi bersama komunitas-komunitas kreatif. Kak Emily Jasmine dari Ubah Stigma dan Kak I Made Suri Pandhu dari KegelisahART mengajak kita memahami tentang Self-Love. Self Love adalah mencintai diri sendiri atau menghargai kondisi diri kita, seperti saat kita emosi dan mendapatkan anxiety salah satu obat nya berusaha menerima diri, baik kekurangan atau kelebihan. Setiap sebesar apapun kekurangan lebih baik di apresiasi karena kekurangan bisa menjadi tangga kesuksesan. Kelebihan juga harus di apresiasi mau sekecil apapun dan selalu support diri sendiri. Selain berbuat baik untuk diri sendiri juga harus memafkaan diri sendiri seperti masa lalu, trauma dan lain lain. Self-love yang paling bisa merubah pola pikir seperti pola hidup, makan dan sebagainya. Apabila kita tidak mampu mencintai diri kita sendiri, seluruh afirmasi negative akan menghambat kepercayaan diri dan mampu membuat kita menjadi toxic. Lalu, bagaimana ya cara kita bisa mengekspresikan self-love? Tentu saja kita harus bisa evaluasi diri sendiri terlebih dahulu untuk kita memahami apa yang kita inginkan, salah satunya mengekspresikan bentuk lewat seni. Menurut Kak Pandhu, seni bisa menjadi salah satu cara untuk mencintai diri sendiri dan seni juga dapat menjadi wadah untuk menumpahkan emosi kita. Seni yang dilakukan bisa seperti menulis, menggambar, puisi, menyanyi dan sebagainya.
Kalau kita sudah bahas tentang bagaimana mengelola emosi, salah satu cara kita coping adalah dengan berbagi. Kak Rismadhani Chaniago dari Kopi Panas Foundation dan Kak Nathania Kusuma dari Alpas menjelaskan manfaat dan “seni” nya dalam berbagi dan menolong, baik menolong diri sendiri maupun orang lain, terutama dalam kegiatan volunteering atau kerelawanan. Manfaat volunteering adalah termasuk dalam altruisme. Menurut psikologi, altruisme merupakan sebuah jenis tindakan tolong menolong yang didasari dalam motivasi “selfless” atau tanpa mengharapkan imbalan apapun. Menolong orang lain bisa dengan mendengar cerita, atau membantu orang orang lain untuk memilih langkah kedepan. Tindakan volunteering ini pastinya mengorbankan waktu, energi dan sebagainya. Dengan kita helping others atau menolong orang lain, walaupun tidak mendapatkan keuntungan secara materi tapi kenyataan nya ada efek ke psikologis kita. Contohnya, kegiatan berbagi teman-teman di Kopi Panas Foundation yang mengunjungi panti-panti perawatan ODGJ, sederhana tindakannya hanya untuk “berbagi cerita”, namun hal tersebut sangat berarti untuk kita semua. Kak Nia juga menjelaskan, Alpas Fellas yang bercerita di Curhat Alpas tidak pernah digurui, tidak pernah disarankan harus melakukan hal-hal yang teknis, tapi cukupkan jadi teman cerita, karena seringkali kita ingin didengar tapi jarang sekali mau mendengar orang lain. Mendengar orang lain menjadi salah satu opsi kita menolong orang lain, dan menolong orang lain tidak lepas dari menolong diri sendiri.
Dengan berakhirnya sesi diskusi ini, Alpas mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada lebih dari 700 Alpas Fellas yang telah berkontribusi pada diskusi MENTION – Mental Health Conversation 2020 ini. Donasi sebesar Rp3.883.250 dari Alpas Fellas sudah kami salurkan kepada tim @kopipanasfoundation yang akan dialokasikan untuk kegiatan Happy Sharing bersama teman-teman ODGJ yang rentan terdampak virus Covid-19.
Terima kasih juga, karena teman-teman mau berbagi. Karena peduli itu tidak diam.
xxx
Dalam rangka Hari Kesehatan Mental Sedunia (World Mental Health Day) tahun ini, Alpas mengajak kamu untuk ikut sesi interaktif di program Mention (Mental Health Conversation) yang membahas berbagai isu kesehatan mental yang populer saat ini. Program ini dilaksanakan melalui aplikasi Zoom Meetings dan Youtube Alpas Indonesia. Diisi oleh beberapa psikolog dan pionir komunitas yang ahli di bidangnya.