Pandemi Covid-19 Sebabkan Meningkatnya Kekerasan dalam Rumah Tangga

Selama masa pandemi, pemerintah mewajibkan masyarakat untuk tetap di rumah agar bisa memutus rantai persebaran virus. Namun, bagi para korban dan penyintas kekerasan dalam rumah tangga, berdiam diri di rumah mungkin bukan pilihan yang aman.

Dilansir dari The Jakarta Post, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik) mencatat adanya kenaikan kasus. Terdapat 59 kasus kekerasan dalam rumah tangga, pemerkosaan, kekerasan seksual dan pornografi online dari tanggal 16 hingga 30 Maret. Angka tersebut cukup besar untuk pelaporan kasus kekerasan dalam kurun waktu dua minggu. Ternyata kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga di beberapa negara lainnya.

Karen Ingala Smith mengatakan bahwa ada 16 kasus pembunuhan terhadap perempuan antara 16 Maret-23 April 2020 di Inggris Raya. Founder Counting Dead Woman ini mengungkapkan pula bahwa terdapat korban anak-anak. Menurutnya, adanya pandemi ini bukanlah menciptakan laki-laki menjadi kejam, namun para pelaku menggunakannya sebagai alasan pemicu atas tindakan mereka. Hal ini sama seperti yang terjadi di Indonesia. Jumlah wanita yang terbunuh oleh pria selama tiga minggu pertama sejak adanya lockdown adalah yang tertinggi selama setidaknya 11 tahun. Kondisi ini merupakan dua kali lipat dari rata-rata 21 hari selama 10 tahun terakhir.

Di Amerika, para ahli ikut khawatir adanya kondisi pandemi ini dapat meningkatkan jumlah kekerasan dalam rumah tangga secara drastis. Josie Serrata seorang psikolog Amerika menemukan dalam penelitiannya bahwa stres dan isolasi sosial dapat meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga. Pada 2019, ia meneliti bagaimana badai Harvey dapat membuat seseorang stres dan meningkatkan angka kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu penelitian ini juga mencari tahu dampak pelecehan pada anak selama dan setelah badai. Oleh sebab itu, kondisi saat ini bisa mengarah pada keadaan yang dapat menumbuhkan kekerasan seperti badai Harvey yang lalu.

Sebalum adanya pandemi, korban yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dapat mencari pertolongan ke tempat yang aman. Biasanya mereka akan melarikan diri ke rumah saudara, teman, atau tempat aman dari lembaga sosial. Namun karena adanya situasi yang mengharuskan lockdown, mereka tidak dapat melakukan hal tersebut saat ini.

Kekerasan yang terjadi di dalam rumah dapat menyebabkan kesehatan fisik dan mental menjadi buruk. Tidak jarang yang mengalami risiko penyakit kronis, depresi, gangguan stres pasca-trauma, gangguan seksual, dan penggunaan narkoba yang berisiko.

Carilah pertolongan keamanan dan bantuan psikologis jika ada orang lain atau dirimu yang mengalami kondisi ini. Kamu bisa mengakses layanan Sejiwa dari pemerintah atau layanan dari psikolog. Stay safe and well, Alpas Fellas!

 

 

Ditulis oleh: Raihani Haurannisa

 

Sumber:

Abramson, A. (2020, April 8). How COVID-19 may increase domestic violence and child abuse. Retrieved from: https://www.apa.org/topics/covid-19/domestic-violence-child-abuse

Grierson, J. (2020, April 15). Domestic abuse killings ‘more than double’ amid Covid-19 lockdown. Retrieved from: https://www.theguardian.com/society/2020/apr/15/domestic-abuse-killings-more-than-double-amid-covid-19-lockdown

Oktavianti, T. I. (2020, April 7). Jakarta records spike in domestic violence reports during work-from-home period. Retrieved from: https://www.thejakartapost.com/news/2020/04/07/jakarta-records-spike-in-domestic-violence-reports-during-work-from-home-period.html

Write a comment