Ghosting bukanlah istilah baru bagi warganet. Namun, baru-baru ini istilah tersebut ramai diperbincangkan karena kasus romansa Kaesang Pangarep dan mantannya, Felicia. Berita ini diperbincangkan karena postingan ibu Felicia, Meilia Lau pada 7 Maret silam. Meilia mengungkapkan kekecewaannya pada Kaesang yang diduga meninggalkan Felicia secara tiba-tiba karena memiliki kekasih baru.
Hubungan Kaesang dan Felicia yang awalnya dinilai positif, sekarang menuai kritik karena perilaku ghosting yang dilakukan Kaesang. Kaesang dikritik oleh warganet karena meng-ghosting Felicia saat hubungan mereka sudah masuk ke jenjang yang lebih serius. Tidak hanya itu, Kaesang juga sekarang diduga sudah memiliki pasangan baru berinisial NA.
Ghosting dikenal sebagai fenomena “slow fade”, yaitu ketika seseorang secara tiba-tiba memutuskan hubungan secara sepihak. Beberapa perilaku yang ditunjukkan, seperti tidak membalas chat pasangan, tidak menjawab panggilan telepon pasangan, bahkan memutuskan kontak secara langsung. Perilaku ghosting menuai banyak kritik dan dianggap tidak bertanggung jawab atas hubungan yang sedang dijalani.
Fenomena ghosting semakin berkembang seiring kemajuan teknologi. Hal ini dikarenakan aplikasi kencan daring seperti Tinder atau Bumble membuat perilaku ghosting semakin mudah dilakukan. Misalnya, saat Alpas Fellas tidak membalas chat teman kencan di aplikasi, lalu memutuskan komunikasi tanpa memberikan alasan tertentu. Healthline (2018) mempublikasikan penelitian yang mendukung fenomena ini. Dikatakan bahwa 25 persen, orang pernah mengalami ghosting atau ditinggal tanpa kabar.
Individu yang melakukan ghosting tentunya memiliki alasan tersendiri. Ketakutan menjadi salah satu alasan, dimana individu mungkin merasa takut mendapatkan penolakan dari pasangan sehingga memutuskan kontak. Selain itu, bisa karena upaya individu dalam menghindari konflik dan akhirnya memutuskan komunikasi. Namun, ghosting juga bisa dilakukan sebagai bentuk perawatan diri lho Fellas. Misalnya, saat memutuskan kontak dari suatu hubungan yang tidak sehat atau merugikan diri.
Meskipun banyak alasannya, bukan berarti ghosting merupakan perilaku yang tidak dapat ditolerir. Ghosting dapat membuat individu yang ditinggalkan bertanya-tanya dan tidak mendapatkan kejelasan mengenai status hubungannya. Jika memang suatu hubungan sudah dirasa tidak akan memiliki akhir yang baik, maka komunikasi menjadi jalan tengah yang lebih bijaksana. Hal ini memberikan kesempatan bagi kedua belah pihak untuk sama-sama memutuskan jalan terbaik dari suatu hubungan.
Tentunya tidak ada individu yang berharap untuk mengalami perilaku ghosting. Namun, apabila Alpas Fellas pernah merasakan hal ini, ketahuilah bahwa ini bukanlah salah, Fellas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa individu yang melakukan ghosting pada umumnya adalah individu yang takut akan komitmen atau pernah menjadi korban ghosting sebelumnya. Oleh karena itu, penting bagi tiap individu untuk berani mengkomunikasikan apa yang ia rasakan dalam hubungan yang dijalaninya.
Ditulis oleh: Olga Meidelina
Diedit oleh: Nani Yuliani
Referensi
Tirto.id. (2021). Apa Arti Ghosting yang Viral karena Kaesang, Felicia & Nadya Arifta. Retrieved from https://tirto.id/apa-arti-ghosting-yang-viral-karena-kaesang-felicia-nadya-arifta-gaWc
McQuillan, S. (2020). Ghosting: What It Is, Why It Hurts, and What You Can Do About It. Retrieved from https://www.psycom.net/what-is-ghosting
Soeiro, L. (2019). 7 Essential Psychological Truths About Ghosting. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/us/blog/i-hear-you/201902/7-essential-psychological-truths-about-ghosting