Tidur adalah salah satu kebutuhan yang penting dipenuhi oleh makhluk hidup. Banyak orang juga sudah tahu betapa pentingnya memiliki waktu tidur yang cukup. Namun, masih banyak stigma terkait tidur, lho. Misalnya, pandangan bahwa untuk bisa sukses, mengorbankan waktu tidur adalah salah satu hal yang lumrah dilakukan. Tak hanya itu, ada juga stigma sosial yang mengaitkan antara tidur dengan persepsi maskulinitas laki-laki. Bahkan, laki-laki yang kurang tidur seringkali mengalami penilaian sosial yang lebih baik. Wah, bagaimana bisa ya?
Maskulinitas dan waktu tidur
Di sebuah studi terbaru, 144 partisipan diminta untuk membayangkan seorang laki-laki dewasa. Laki-laki dewasa tersebut sedang membeli kasur dan ditanya tentang berapa lama ia biasanya tidur. Secara acak, partisipan kemudian dibagi dan diberikan dua jenis jawaban yang berbeda. Jawaban pertama adalah laki-laki itu banyak tidur. Jawaban kedua adalah laki-laki itu sangat kurang tidur. Setelah mendengar jawabannya, partisipan kemudian diminta untuk menilai seberapa maskulin laki-laki ini. Hasilnya, partisipan yang mendengar jawaban pertama memberikan peringkat maskulinitas yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan jawaban kedua.
Setelah itu, partisipan juga diminta untuk menjelaskan tentang kebiasaan atau perilaku yang dihubungkan dengan laki-laki yang maskulin dan tidak maskulin. Misalnya, apa yang ia lakukan untuk bersenang-senang dan rata-rata berapa banyak waktu tidur yang dimilikinya. Hasilnya, laki-laki dengan karakteristik maskulin memiliki waktu tidur 33 menit lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki dengan karakteristik non-maskulin.
Persepsi mengenai agency
Tim peneliti pun mencari tahu kira-kira apa yang membuat laki-laki yang kurang tidur terlihat lebih maskulin. Nampaknya, persepsi mengenai agency merupakan kunci dari stereotip ini. Berbagai aspek dari agency seringkali dihubungkan dengan maskulinitas. Misalnya, ketegasan, individualisme, dan orientasi terhadap tujuan. Sedangkan, aspek seperti empati dan kasih sayang seringkali disebut sebagai sifat yang feminin.
Jika laki-laki tersebut memiliki sifat tegas dan berorientasi terhadap tujuan, maka kemungkinan besar ia akan menggunakan waktunya secara lebih efisien. Di sinilah stereotip antara kesuksesan, tidur, dan maskulinitas berperan. Sehingga, muncullah stereotip bahwa laki-laki yang banyak tidur memiliki agency yang lebih rendah. Sedangkan, laki-laki yang kurang tidur memiliki aspek agency yang lebih tinggi. Sehingga, mereka terlihat menjadi lebih maskulin dibandingkan laki-laki yang banyak tidur.
Stereotip seperti ini tentu mengkhawatirkan ya, Fellas. Jika banyak laki-laki yang khawatir dilihat kurang maskulin dan tak sukses, lalu membuatnya menjadi kurang tidur, kesehatannya pun bisa ikut terganggu. Padahal, banyak studi yang menunjukkan bahwa masalah kesehatan fisik dan mental pun seringkali dihubungkan dengan kualitas tidur yang buruk. Jadi, jangan sampai stereotip terkait jenis kelamin seperti ini mengancam kesehatanmu, ya, Fellas!
Ditulis Oleh: Ria Khairunnisa
Diedit oleh: Qurrota Aini
Sumber:
Reynolds, E. (2020, October 29). Men Who Sleep Less Are Seen As More Masculine: A Stereotype With Potentially Damaging Consequences. Retrieved from: https://digest.bps.org.uk/2020/10/29/men-who-sleep-less-are-seen-as-more-masculine-a-stereotype-with-potentially-damaging-consequences/