Hai, Alpas Fellas! Apakah kalian pernah merasakan hal seperti yang ada di judul atas? Apa sih alasannya dibalik hal tersebut? Seperti apa contoh kasusnya?
Mari kita lihat dalam satu kasus berikut ini. Seorang investor mengalami kehilangan sahamnya. Rasa sakit yang dirasakan karena hilangnya saham lebih besar daripada kesenangan saat saham lain yang naik dalam jumlah yang setara. Akibatnya, investor akan terlalu menghindari risiko karena takut hal yang sama akan terjadi lagi. Ia akan lebih banyak membeli dengan harga yang tinggi dan menjualnya dengan harga yang rendah. Nah, hal ini disebabkan karena otak kita adalah sebuah mesin yang menjauhkan kita dari risiko. Wah apa ya maksudnya?
Sistem saraf berperan dalam merespon segala kejadian dalam hidup manusia.
Sistem saraf berkembang sebagai perangkat kontrol gerakan. Makhluk hidup seperti manusia ataupun hewan bergerak terutama untuk mencari makan, bereproduksi, dan menghindari bahaya. Diantara motif-motif tersebut, menghindari bahaya adalah prioritas tertinggi, karena individu yang menjadi mangsa predator akan memiliki sedikit keturunan.
Otak semua mamalia memiliki sistem alarm yang dikenal sebagai sistem pengaktif retikuler. Hal itu berfungsi memperingatkan dan membangunkan mereka untuk bergerak kapanpun mereka merasakan suatu ancaman.
Respon melawan-atau-lari (fight-or-flight) adalah salah satu komponen kunci dari kehidupan emosional kita dan membantu menjelaskan mengapa kita begitu menghindari risiko. Hewan-hewan mangsa yang gugup, seperti kelinci, lenyap begitu saja saat melihat tanda bahaya. Mereka melakukannya pada banyak kesempatan ketika tidak ada ancaman nyata karena kelinci yang tidak mau mengambil risiko cenderung terkejut. Jika ia selamat, ia pun bisa mempunyai lebih banyak keturunan. Tidak hanya pada hewan, namun manusia juga memiliki predator alami, seperti halnya singa, harimau, dan puma. Sebagai hasilnya, kita mengembangkan kemampuan otak untuk mampu menghindari risiko.
Bisa dilihat juga dalam aspek sosial-ekonomi.
Hal ini juga berkaitan dengan kemiskinan loh, Fellas. Ada banyak hasil negatif yang berasal dari kemiskinan. Namun anak-anak yang dibesarkan dalam kemiskinan ini banyak sekali yang memiliki aspirasi rendah. Mereka puas dengan memenuhi kebutuhan dasar mereka dan tidak ingin mencapai hal-hal besar dalam kehidupan mereka. Kurangnya ambisi ini sering dianalisis dalam hal ketakutan akan kegagalan. Anak-anak yang memiliki ketakutan tinggi akan kegagalan akan menghindar dari tantangan yang sulit. Membuat sebagian besar dari mereka memuaskan diri dengan tujuan-tujuan sederhana yang mudah untuk mereka capai.
Sehingga, ketika kita memiliki ketakutan yang kuat akan kegagalan, kita akan cenderung tidak mengejar proyek, tujuan, atau harapan jangka panjang. Seperti mendirikan bisnis baru, keluar dari zona nyaman, atau mengejar cita-cita dengan mengorbankan banyak hal penting dalam hidup
Ditulis oleh: Raihani Haurannisa
Sumber: Barber, N. (2019, May 07). Why We Fear Failure More Than We Enjoy Success. Retrieved from: https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-human-beast/201905/why-we-fear-failure-more-we-enjoy-success