Alpas Fellas pasti tahu bahwa nama DS mencuat di media sosial sejak seorang selebgram mempertanyakan gelarnya sebagai doktor psikologi. Meski selebgram tersebut telah mengungkap bahwa DS tidak memiliki lisensi praktik psikolog, banyak netizen yang kebingungan mengapa seorang doktor psikologi dipermasalahkan ketika memberikan terapi.
Ada istilah psikolog dan ilmuwan psikologi dalam dunia psikologi Indonesia. Psikolog adalah lulusan pendidikan profesi yang berkaitan dengan praktik psikologi. Psikolog diharuskan menempuh pendidikan S1 Psikologi plus pendidikan profesi psikologi menurut kurikulum lama. Sementara kurikulum baru menyatakan bahwa psikolog wajib menempuh pendidikan S1 Psikologi dan S2 Magister Psikologi Profesi. Sedangkan DS adalah ilmuwan psikologi, yaitu yang menempuh pendidikan S1, S2, atau S3 dalam bidang psikologi (non-profesi).
Kode Etik Psikologi Indonesia yang disusun oleh Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) secara jelas menyatakan bahwa psikolog dan ilmuwan psikologi memiliki perbedaan peran. Perbedaan ini terletak pada kewenangan dalam melakukan praktik psikologi. Hanya psikolog dengan izin praktik yang dibolehkan untuk melakukan praktik, terutama yang berkaitan dengan asesmen dan intervensi psikologi. Sedangkan ilmuwan psikologi tidak memiliki kewenangan untuk melakukan praktik psikologi. Untuk mengetahui lebih detail mengenai perbedaan peran dan kewenangan antara psikolog dan ilmuwan psikologi, Fellas dapat mencermati Kode Etik Psikologi. Tepatnya pada Pasal 1 ayat 3 dan 4, serta Pasal 7 ayat 1 dan 2, yang dapat diunduh dari situs HIMPSI.
Lalu bagaimana agar kita tidak ditipu oknum tak bertanggung jawab? Simak tips singkatnya ya, Fellas!
Melakukan verifikasi sederhana
Fellas dapat mengakses anggota.himpsi.or.id untuk mengetahui anggota HIMPSI beserta nama lengkap, wilayah, dan masa berlaku surat izin praktik.
Mencari psikolog klinis berlisensi melalui laman Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia
Jika Fellas secara khusus ingin mencari psikolog klinis berdasarkan wilayah dan keahliannya, Fellas dapat melakukan pencarian melalui https://ipk.bz/caripsikolog. Fellas juga bisa melacak anggota IPK melalui laman https://simak.ipkindonesia.or.id/lacak-anggota-ipk-indonesia/.
Memahami pentingnya informed consent
Pasal 20 menjelaskan bahwa setiap proses di bidang psikologi harus disertai dengan informed consent. Informed consent adalah persetujuan dari klien dan dinyatakan serta ditandatangani dalam bentuk tertulis. Informed consent yang berkaitan dengan proses konseling dan psikoterapi dijelaskan pada Pasal 73. Isi informed consent bervariasi, tetapi biasanya menunjukkan bahwa klien telah diberi informasi mengenai prosedur konseling/psikoterapi, dan menandatangani persetujuan tanpa paksaan. Fellas harus menerima informasi terkait proses konseling/psikoterapi, tujuan, biaya, risiko yang mungkin muncul, dan kerelaan untuk berpartisipasi sebelum menandatangani informed consent. Jika Fellas menemukan keanehan terkait perjanjian sebelum konseling dimulai atau tidak diberikan informasi yang cukup, sebaiknya waspada, ya!
Ditulis oleh: Qurrota Aini
Sumber:
Fahmi, L. (2020, February 19). Retrieved from: https://news.detik.com/kolom/d-4905305/kasus-dedy-susanto-dan-lemahnya-regulasi-praktik-psikologi
HIMPSI. (2018, March 28). Retrieved from: https://himpsi.or.id/blog/berita-1/post/peluncuran-layanan-baru-himpsi-pencarian-anggota-4
IPK Indonesia. (2020, February 15). Retrieved from: https://ipkindonesia.or.id/informasi-ipk-indonesia/2020/02/ipk-indonesia-menerbitkan-direktori-psikolog-klinis-indonesia/
Cherry, K. (2019, August 11). Retrieved from: https://www.verywellmind.com/apa-ethical-code-guidelines-4687465