Beberapa waktu lalu terdengar kabar adanya bullying yang dilakukan oleh beberapa orang remaja perempuan kepada seorang perempuan. Menurut informasi yang beredar, penyebab bullying (perundungan) tersebut dikarenakan urusan asmara. Tagar #JusticeForAudrey menjadi perbincangan ramai dan merupakan salah satu cara dukungan dari netizen Indonesia kepada korban. Korban mendapat siksaan secara fisik dan psikis, disiram dengan air, dijambak rambutnya, hingga menerima pukulan di tubuhnya. Beberapa hari kemudian muncul kabar bahwa kesaksian korban mengenai perlakuan yang diterimanya ternyata adalah pernyataan yang tidak benar.
Usia remaja adalah masa transisi dimana aspek diri terutama psikis mereka mengalami banyak pergolakan. Emosi yang tidak stabil menjadi salah satu ciri dalam masa pertumbuhan remaja. Banyak hal yang bisa terjadi selama masa remaja, baik itu hal baik atau buruk, salah satunya adalah perundungan. Banyak yang menjadi korban namun tidak sedikit juga yang menjadi pelaku.
Banyak penelitian yang mengangkat tema bullying terutama pada usia remaja yang bersekolah di tingkat sekolah menengah. Bullying terjadi dengan maksud agar korban merasa lemah, tidak berdaya, dan merasa terpojok. Pelaku perundungan pun biasanya tidak beraksi sendirian. Ada pembagian peran-peran dalam kelompok yang melakukan perundungan (Djuwita dalam Sari & Azwar, 2017). Pertama adalah Bully, dikategorikan sebagai pemimpin yang berinisiatif dan aktif terlibat dalam perilaku bullying. Lalu ada asisten yang juga terlibat aktif dalam perilaku bullying, namun ia cenderung tergantung atau mengikuti perintah bully. Kemudian Reinvorcer adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi, ikut menyaksikan, menertawakan korban, memprovokasi Bully, mengajak siswa lain untuk menonton dan sebagainya. Terakhir adalah Outsider (bystander) adalah orang-orang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak melakukan apapun dan seolah-olah tidak peduli.
Lalu, mengapa seorang remaja, baik laki-laki atau perempuan melakukan aksi perundungan?
Menurut Douglas Gentile (Rattue, 2012), penelitian yang ia lakukan pada 430 anak-anak dengan rentang usia 7-11 tahun mengungkapkan bahwa terdapat 6 penyebab mengapa seseorang melakukan perilaku perundungan. Mulai dari pola asuh orang tua dan keterlibatannya pada anak, bagaimana orang tua harus memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup serta memberikaan contoh baik pada anak. Lalu gender yang membedakan perilaku perundungan baik secara verbal ataupun fisik. Kemudian apakah pernah mengalami kekerasan fisik baik dari lingkungan keluarga atau bahkan pernah menjadi perundungan secara fisik. Sering berkelahi secara fisik pun menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku perundungan. Terakhir adalah dari seberapa sering seorang remaja melihat tayangan kekerasan lewat media baik itu melalui video, internet, atau mendapatkan informasi kekerasan.
Semoga setelah kasus ini muncul, akan ada banyak pihak yang bisa mengeveluasi lingkungan baik itu di keluarga dan sekolah. Karena usia remaja tentu akan jadi penentu untuk masa depan seseorang. Have a nice day, Alpas Fellas!
Ditulis oleh: Fathin Nibras
Sumber:
Rattue, P. (2012, 18 July). How Does Violence In The Media Impact School Bullying? Retrieved from: https://www.medicalnewstoday.com/articles/247996.php
Sari, Y. P & Azwar, W. (2017). Fenomena bullying siswa: Studi tentang motif perilaku bullying siswa di SMP Negeri 01 Painan, Sumatera Barat. Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam. 10, 333-367.