Media sosial gempar akibat penuturan lelaki yang membongkar kasus pelecehan seksual yang dialaminya. Pelaku merupakan mahasiswa perguruan tinggi di Surabaya yang menggunakan dalih penelitian untuk memaksa korban mengikuti keinginan dan memuaskan hasratnya. Dengan munculnya penuturan pertama, sebanyak 25 korban lain lalu ikut bersuara. Ketika ditelusuri, pelaku ternyata menggunakan metode yang sama untuk memaksa korban lain selama lima tahun terakhir.
Selain karena pelecehan yang terjadi, pelaku juga disorot akibat dugaan bahwa ia memiliki fetish. Meski banyak pendapat bahwa pelaku memiliki gangguan fetisistik, diagnosis tidak dapat asal diberikan hanya berdasarkan informasi yang beredar di internet. Seperti diungkap oleh Psikolog Kasandra Putranto yang berpandangan perlunya memastikan dan memperjelas melalui pemeriksaan lebih lanjut. Jika tidak ada data secara langsung, maka tidak dapat dilakukan analisis dan diagnosis.
Apa yang dimaksud dengan fetish?
Fetisistik adalah ketertarikan seksual yang intens pada benda mati atau bagian tubuh yang secara umum tidak dipandang sebagai objek seksual, ditambah adanya gangguan yang signifikan secara klinis. Contoh objek fetish termasuk pakaian dalam, alas kaki, sarung tangan, barang dari karet, dan pakaian berbahan dasar kulit. Sementara contoh bagian tubuh yang terkait dengan gangguan fetisistik termasuk kaki, jari kaki, dan rambut.
Sebenarnya, banyak individu yang berkembang secara normal memiliki fetish tertentu. Jika mereka tidak melaporkan adanya gangguan terkait perilaku fetish, maka individu disebut memiliki fetish, tetapi bukan gangguan fetisistik. Diagnosis hanya diberikan jika individu mengalami kriteria gangguan fetisistik seperti disebutkan dalam DSM 5:
- Memiliki fantasi, dorongan, atau perilaku seksual intens, yang melibatkan penggunaan benda mati atau bagian tubuh manusia non-genital, selama minimal 6 bulan
- Fantasi, dorongan, atau perilaku seksual tersebut menyebabkan tekanan yang signifikan atau merusak fungsi sosial, pekerjaan, atau pribadi
- Objek fetish bukanlah barang yang dipakai dalam cross-dressing, dan bukan merupakan perangkat untuk tujuan stimulasi alat kelamin
Apa penyebabnya?
Fellas mungkin bertanya, apa penyebab gangguan fetisistik? Sayangnya, tidak ada penyebab fetisistik yang dapat dipastikan. Beberapa ahli percaya bahwa fetish berkembang dari pengalaman masa kanak-kanak, saat suatu objek dikaitkan dengan bentuk gairah atau kepuasan seksual. Sementara ahli pembelajaran perilaku berpendapat bahwa anak yang menjadi korban atau pengamat perilaku seksual tak pantas dapat belajar meniru perilaku tersebut.
Ahli lain berpandangan bahwa individu mungkin kehilangan kontak seksual normal, sehingga mencari kepuasan melalui cara yang kurang dapat diterima secara sosial. Dalam kasus yang melibatkan laki-laki, fetisistik mungkin berasal dari keraguan tentang maskulinitas atau ketakutan akan penolakan dan penghinaan. Menurut teori, dengan menggunakan praktik fetisistik dan memiliki kontrol atas benda mati, seseorang dapat mengimbangi perasaan ketidakmampuan dan melindungi dirinya.
Ditulis oleh: Qurrota Aini
Sumber:
Briantika, A. (2020, Agustus 11). Jerat Pelecehan Seksual Menghilang dalam Kasus ‘Gilang Bungkus’. Diambil dari: https://tirto.id/jerat-pelecehan-seksual-menghilang-dalam-kasus-gilang-bungkus-fWX1
CNN Indonesia. (2020, Agustus 07). Psikolog soal Gilang ‘Jarik’: Saya Tak Yakin Itu Fetish. Diambil dari:
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200730153941-277-530706/psikolog-soal-gilang-jarik-saya-tak-yakin-itu-fetish
Grohol, J.M. (2020, July 08). Fetishistic Disorder Symptoms. Retrieved from: https://psychcentral.com/disorders/fetishism-symptoms/
Psychology Today. (2019, February 23). Fetishistic Disorder. Retrieved from: https://www.psychologytoday.com/intl/conditions/fetishistic-disorder