Ternyata Teori Gaya Belajar Hanyalah Mitos! Apa Sebabnya?

“Aku bisanya belajar kalau pakai gambar!”

“Gaya belajarku kinestetik. Jadi harus muter-muter di kelas, gak bisa diam.”

Alpas Fellas pernah mendengar mengenai teori gaya belajar? Teori tersebut menyebutkan bahwa seseorang akan belajar lebih baik jika penyampaian materi disesuaikan dengan gaya belajar masing-masing orang. Selama ini banyak teori berkembang mengatakan terdapat 3 gaya belajar, yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Ternyata teori tersebut hanya mitos, lho.

Tidak cukup bukti empiris, hanya sekadar kepercayaan (belief)

Sejak 1970-an, tinjauan penelitian sistematis dan meta-analisis berulang kali memeriksa validitas gaya belajar dan aplikasinya pada proses belajar. Kesimpulannya sama: tidak ada bukti empiris bahwa gaya belajar itu nyata. Selain itu, banyak ditemukan studi yang meneliti mengenai gaya belajar sebenarnya tidak menunjukkan sebab-akibat (kausalitas) dan hanya sekadar hubungan yang tidak akurat.

Bahkan, bidang psikologi kognitif dan ilmu saraf sudah menganggap gaya belajar sebagai “neuromyth” dan menolak teori gaya belajar ini. 

Lalu mengapa teori ini masih banyak dipercaya, bahkan oleh para guru?

Nyatanya 90% lebih guru percaya mengenai teori gaya belajar. Daniel Willingham, seorang Profesor Ilmu Kognitif University of Virginia menjelaskan mengapa orang mempercayai teori ini. Di dalam otak kita, terdapat sistem yang mengatur mengenai ingatan visual, auditori, dan gerak otot yang bisa jadi salah satunya lebih kuat dibandingkan yang lain. Nah, jenis sistem ingatan inilah yang sering disalahartikan sebagai gaya belajar.

Mengapa kita harus mulai meninggalkan teori ini?

Selain karena kurangnya bukti penelitian, kepercayaan mengenai teori ini bisa jadi justru menghambat proses belajar lho, Fellas. Misalnya, seseorang yakin ia dapat belajar paling baik hanya dengan menggunakan gaya belajar visual. Ia lalu cenderung mengabaikan gaya belajar lain meskipun mungkin dengan mendengarkan atau mempraktikkan dapat membantunya belajar lebih maksimal.

Hal ini berlaku juga untuk para guru. Teori gaya belajar akan menghambat guru dalam mengeksplorasi metode penyampaian materi karena terhalang asumsi bagaimana siswa belajar lebih baik. Padahal, efektif atau tidaknya suatu metode pembelajaran tetap bergantung pada jenis materi yang disampaikan, bukan gaya belajar. 

Selain itu, guru yang percaya bahwa siswanya bisa belajar dengan berbagai cara akan mencoba memanfaatkan teknik yang beragam. Misalnya, belajar dengan teks, gambar, video, suara, sampai praktik langsung. Pola pikir ini menjadikan guru lebih responsif dalam mengajar dan bukan sekadar berpatokan pada gaya belajar siswa.

 

Ditulis oleh: Rachma Fitrianing Lestari

Diedit oleh: Qurrota Aini

Sumber:

Furrey, W. (2020, April 07). The stubborn myth of “Learning styles.” Education Next. Retrieved from:  https://www.educationnext.org/stubborn-myth-learning-styles-state-teacher-license-prep-materials-debunked-theory/

Reynolds, E. (2021, February 04). The “Learning Style” myth is still prevalent among educators -and it shows no sign of going away. British Psychological Society. Retrieved from: https://digest.bps.org.uk/2021/02/04/the-learning-styles-myth-is-still-prevalent-among-educators-and-it-shows-no-sign-of-going-away/

Schechter, R. (2019, December 06). Fact or fiction? Myth of Learning Styles Debunked. HMH. Retrieved from: https://www.hmhco.com/blog/fact-or-fiction-learning-styles-debunked#:~:text=Studies%20have%20shown%20that%20at,predominant%20style%3B%20for%20instance%2C%20by

Write a comment