Tahukah Alpas Fellas bahwa World Mental Health Day tahun 2019 ini sedang berfokus pada pencegahan bunuh diri? Yuk, kenalan singkat dulu dengan bunuh diri!
Bunuh diri didefinisikan sebagai “sengaja mengambil nyawa sendiri” dan berasal dari bahasa Latin suicidium. Bunuh diri dapat memiliki makna yang berbeda-beda tergantung budaya suatu negara. Di berbagai belahan dunia, bunuh diri dapat dianggap sebagai pelanggaran pidana, sesuatu yang tabu dalam agama, atau bahkan tindakan terhormat. Contohnya Kamikaze (pasukan ‘berani mati’ Angkatan Udara Jepang) dan bom bunuh diri.
Menurut data WHO (2019), bunuh diri adalah penyebab kematian nomor 10 di dunia. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat bunuh diri pada pria empat kali lebih tinggi daripada wanita.
Apa saja faktor yang meningkatkan kemungkinan seseorang melakukan bunuh diri?
Adanya gangguan mental, genetika, penyalahgunaan zat, serta situasi keluarga dan sosial adalah beberapa faktornya. Seringkali, faktor kejiwaan dan penyalahgunaan zat saling terkait. Akses terhadap senjata dan metode bunuh diri lainnya juga dapat meningkatkan risiko. Misalnya, tingkat bunuh diri di rumah yang memiliki senjata lebih besar daripada rumah tanpa senjata.
Gangguan mental memainkan peran besar dalam peningkatan risiko bunuh diri. 90% orang yang meninggal karena bunuh diri mengalami kondisi mental tertentu. Gangguan mental dengan prevalensi terbesar termasuk gangguan depresi mayor, gangguan bipolar, skizofrenia, gangguan kepribadian, PTSD, dan gangguan makan. Namun, ketika ditangani dengan tepat, kecenderungan bunuh diri untuk individu dengan gangguan mental akan menurun secara drastis.
Penyalahgunaan zat menempati peringkat kedua. Minuman beralkohol, misalnya, berisiko 61% dari kasus bunuh diri. Penggunaan heroin dan kokain juga merupakan faktor risiko umum untuk bunuh diri.
Faktor risiko lainnya adalah genetika, seperti riwayat bunuh diri keluarga mengindikasikan peningkatan risiko bunuh diri di antara anggota keluarga lainnya. Paparan terhadap bunuh diri (melihat anggota keluarga melakukan bunuh diri atau menemukan tubuh mereka) juga meningkatkan kecenderungan perilaku bunuh diri.
Masalah keluarga dan sosial ekonomi juga merupakan faktor yang berkontribusi terhadap risiko bunuh diri. Misalnya, pengangguran, tunawisma, kemiskinan, pelecehan seksual masa kanak-kanak, isolasi sosial, kehilangan orang yang dicintai, dan tekanan hidup lainnya. Pelecehan seksual bahkan dianggap berkontribusi 20% pada risiko bunuh diri secara keseluruhan.
Bunuh diri tentunya dapat dicegah dan ditangani dengan tepat.
Metode pengobatan dan pencegahan bunuh diri didasarkan pada faktor risiko pasien. Misalnya seseorang menderita gangguan mental, maka treatment untuk mengobati kondisi ini akan diterapkan terlebih dahulu. Salah satu teknik penanganan bunuh diri yang paling umum adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT) atau Dialectical Behavior Therapy (DBT).
Melalui artikel ini, Alpas mengajak kepada semua orang untuk lebih peduli terhadap kasus bunuh diri. Jika ada seseorang di sekitarmu yang mengalami tanda-tanda peringatan bunuh diri, ajak ke psikolog atau psikiater agar mendapat bantuan yang tepat, ya.
Ditulis oleh: Qurrota Aini
Sumber:
Gregory, C. (2019, September 13). Suicide and Suicide Prevention: Risk Factors and Treatment. Retrieved from https://www.psycom.net/depression.central.suicide.html.