Berpikir Optimis atau Realistis, Mana yang Lebih Dibutuhkan?

Alpas Fellas, ternyata memiliki harapan realistis bisa membuat kita jauh lebih bahagia daripada menjadi terlalu optimis, lho! Menurut penelitian yang diterbitkan Personality and Social Psychology Bulletin, bersikap realistis tentang hidup memungkinkan seseorang merasa bahagia dan tidak melebih-lebihkannya.

Penelitian tersebut dilakukan secara longitudinal, dari tahun 1991 hingga 2009 dengan jumlah responden sebanyak 1,601 orang. Topik-topik dalam penelitian tersebut membahas mengenai banyak hal seperti kesehatan, finansial, rumah tangga, dan lainnya.

Penelitian pada kelompok unrealistic optimistic

Peneliti pertama kali melihat kepada kelompok unrealistic optimistic. Berbeda dengan optimisme, mereka memiliki “keyakinan berlebih pada kemungkinan realisasi yang lebih baik” begitu kuat sehingga cenderung membuat kesalahan dalam memprediksi. Untuk mengukur hal ini, para peneliti akan membandingkan antara ekspektasi finansial responden dari tahun ke tahun dengan kenyataan finansial mereka. Para peneliti kemudian melihat apakah hasil penelitian mereka ini akan berhubungan dengan kepuasan hidup dan kesejahteraan psikologis para responden.

Mana yang memiliki kesejahteraan psikologis dan kepuasan hidup yang lebih tinggi?

Hasilnya menyatakan bahwa orang-orang yang bersikap realistis memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi daripada mereka yang memiliki ekspektasi tinggi. Responden yang lebih pesimis memiliki hasil sekitar 37.2% mengalami stres psikologis dibanding para pelaku realistis. Sedangkan para responen yang bersikap optimis mengalami stres 11.8% lebih tinggi dari kelompok yang bersikap realistis. Selain itu, bagi mereka yang cenderung pesimis, terjadi penurunan sebesar 21,8%. Sedangkan mereka yang optimis mengalami penurunan kesejahteraan umum sebesar 13,5% dibanding dengan mereka yang realistis.

Lalu, kenapa hal ini bisa terjadi ya, Alpas Fellas?

Jawabannya adalah karena ada banyak kemungkinan dan kondisi yang tidak benar-benar pasti. Bisa jadi orang yang optimis akhirnya selalu kecewa karena harapan mereka gagal terwujud. Dilain sisi, orang yang pesimis mungkin menghindari kekecewaan karena mereka cenderung mengalami ketakutan atau kecemasan sebelum sesuatu terjadi.

Selain itu, hasil penelitian menyatakan bahwa rencana apapun yang dibuat berdasarkan unrealistic optimism kemungkinan besar akan menghasilkan hasil yang lebih buruk. Mereka yang realistis tidak mengalami kondisi ini. Dalam hal keuangan misalnya, orang yang optimis mungkin gagal menabung secara memadai. Sementara itu, orang yang pesimis akan menghindari peluang yang bisa menguntungkan.

Namun, hasil dari penelitian ini bukan untuk menunjukkan bahwa bersikap optimis itu buruk lho, Alpas Fellas. Ada sejumlah penelitian yang menyatakan kalau optimisme memiliki beberapa manfaatnya tersendiri. Tetapi menjadi terlalu optimis atau realistis akan memberikan efek yang berbeda. Dalam kondisi tertentu, seseorang juga membutuhkan pikiran yang optimis, realistis, bahkan keduanya.

 

Ditulis oleh: Raihani Haurannisa

Sumber:

Reynolds, E. (2020, July 28). Having Realistic Expectations Could Make You Happier Than Being Over-Optimistic. Retrieved from: https://digest.bps.org.uk/2020/07/28/having-realistic-expectations-could-make-you-happier-than-being-over-optimistic/

 

Write a comment